JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga bulan menjelang masa tenggat waktu pembelian Indonesia PT Asahan Aluminium (Inalum), pemerintah tidak kunjung selesai dalam proses perundingan harga pembelian Inalum dengan pihak Nippon Asahan Aluminium (NAA).
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan pemerintah akan kembali rapat koordinasi pada 10 Juli ini untuk merespon pertemuan seminggu sebelumnya. Rapat akan intensif seminggu sekali untuk membicarakan masalah negoisasi harga pembelian Inalum tersebut.
"Masalahnya ada dua, yaitu perbedaan angka revaluasi aset dan faktor audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," kata Hidayat saat ditemui di kantor Kementerian Perekonomian Jakarta, Senin (8/7/2013).
Hidayat menambahkan, pihak Jepang menginginkan harga pembelian Inalum adalah hasil kesepakatan setelah revaluasi harga buku pada 1998. Sementara itu, Indonesia berpegang pada harga sebelum revaluasi pada 1998.
Saat ini, pemerintah sudah menyiapkan dana hingga Rp 7 triliun. Namun, dengan masalah yang ada, Hidayat mengaku ada selisih sekitar 140 juta dollar AS (sekitar Rp 1,4 triliun) untuk mengambil alih Inalum dari tangan Jepang.
Jepang menginginkan harga lebih mahal dari setelah kesepakatan tahun 1998. "Nanti ada juga angka tersendiri dari BPKP dan akan kami mintakan ke mereka untuk melakukan adjusment itu," jelasnya.
Hidayat menegaskan, memang cara melihat revaluasi aset Inalum ini berbeda dari sudut pandang masing-masing negara. Sebab, kerjasama ini memang sudah berlangsung selama 30 tahun dan setiap tahun selalu ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pihak Indonesia tetap bersikukuh memakai angka sebelum revaluasi aset dan pihaknya optimis bisa rampung sebelum 31 Oktober 2013. "Kita tetap ingin seluruh aset kembali ke Indonesia dan most likely Inalum yang digunakan sebagai vehicle," tambahnya.
Sebelumnya pemerintah menargetkan pada 1 November 2013, 100 persen saham Inalum sudah dikuasai Indonesia. Setelah itu, pemerintah akan merombak struktur manajemen PT Inalum dengan diisi putra putri Indonesia.
Di samping itu, ia menjamin dengan kepemilikan saham sebesar 100 persen, pihak Jepang tak akan lagi menempati posisi strategis, bahkan tak memiliki jabatan lagi di perusahaan tersebut. Kendati demikian, MS Hidayat enggan mengungkapkan siapa yang akan mengelola PT Inalum. Saat ini, pemerintah masih fokus untuk mengambil alih 100 persen saham PT Inalum.
"Dengan struktur yang baru nanti, 10-20 tahun ke depan, saya yakin Sumatra akan menjadi industri alumunium yang terpandang," kata MS Hidayat.
Sekedar informasi, Inalum adalah perusahaan aluminium smelter, hasil kerja sama Indonesia dengan NAA yang berdiri sejak 1975. Saat ini, pemerintah Indonesia menguasai sekitar 41,13 persen saham Inalum. Sebagian besar, yakni 58,87 persen saham dimiliki NAA.
Editor : Bambang Priyo Jatmiko
Anda sedang membaca artikel tentang
Rencana Pembelian Inalum Jalan di Tempat
Dengan url
https://seepersonality.blogspot.com/2013/07/rencana-pembelian-inalum-jalan-di-tempat.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Rencana Pembelian Inalum Jalan di Tempat
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Rencana Pembelian Inalum Jalan di Tempat
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar