Betawi masa lalu dan kini tumpah di atas pelangi kain-kain batik di ruang tamu Ernawati (24), di Kampung Kebon Kelapa, Tarumajaya di perbatasan Bekasi, tak jauh dari situs rumah Si Pitung. Ruang tamu itu merangkap kamar pajang ratusan batik produksi Seraci Batik Betawi milik Ernawati.
Di selembar batik biru, Tugu Monas menjulang berkelir jingga. Di helai kain lain muncul Jembatan Semanggi sebagai ikon metropolitan Jakarta.
Namun, dalam kain-kain batik tersimpan pula kepingan ingatan masa lalu orang-orang Betawi. "Nah, ini gambar demenan," ujar Ernawati. Perempuan Betawi itu menggelar batik merah cerah dengan gambar dua sejoli. "Zaman dulu, anak-anak Betawi bilang pacaran itu demenan, he-he-he," ujar Ernawati.
Ada pula motif seperti nglajo atau merantau dari kampung ke kampung mencari padi, nandur, musik betawi Tanjidor, demprak (permainan anak), kawasan Setu Babakan, dan ngangon kebo. Dan, tentu saja corak seperti ondel-ondel, pengantin betawi, Si Pitung, kembang kelapa, kue selendang mayang, dodol, hingga si garing kerak telor.
"Kami pilih corak khas yang menggambarkan Betawi dan Kota Jakarta. Desainer grafis menerjemahkan konsep kami ke dalam bentuk gambar untuk dibuat pola," kata Ernawati. Corak juga diabadikan ke dalam bentuk cap besi. Puluhan cap batik Betawi terpajang di dinding bengkel kerja.
Pembuatan batik betawi serupa dengan batik lain. Corak dijiplak ke atas kain. Pembatik kemudian "menembok" alias memagari gambar dengan lelehan lilin batik alias malam yang dialirkan melalui canting. Malam akan menghalangi zat pewarna masuk ke kain nantinya. Ada pula motif yang dibuat dengan cap walaupun pengisian detail biasanya dibantu canting.
Setelah itu, kain dicelupkan ke pewarna. Saat kain berwarna itu dicuci dengan air panas, malam akan luruh dan menyisakan corak. Jika menginginkan batik lebih dari dua warna, sebagian corak bakal dilapisi malam kembali dan diwarnai berbeda.
Ernawati memulai Seraci Batik Betawi sekitar tiga tahun lalu. Ketertarikan terhadap batik berawal ketika Ernawati menempuh pendidikan SMA dan kursus mode di Semarang, ikut tantenya yang menikah dengan pria asal Semarang. Di kota itu, Ernawati belajar membatik. Bahkan, ia pernah menjadi juara satu mencanting se-Semarang pada tahun 2007. Setelah selesai menuntaskan pendidikan, dia kembali ke Kampung Kebon. "Terpikir membatik dengan motif khas Betawi, apalagi saya orang Betawi," ujar Ernawati.
Dia lalu mengumpulkan tetangga untuk diajari membatik. Ernawati membuka usaha batiknya dengan modal Rp 50 juta. "Sekarang omzetnya sebulan Rp 50 juta dan ada 11 orang bekerja di sini. Sudah balik modal, tetapi uangnya muter terus."Dalam sehari, Seraci memproduksi 20 lembar batik cap. Untuk batik tulis, pembuatannya memakan waktu lebih lama. Batik tulis empat warna, misalnya, butuh satu bulanan. Harga batik terentang dari Rp 120.000 hingga Rp 700.000 per helai.
Pemesan batik Seraci mulai dari pemerintah daerah, hotel, sekolah-sekolah, sampai berbagai tim delegasi yang ke luar negeri. "Pemda Bekasi pesan 400 potong batik untuk seragam dinas tahun lalu. Instansi di Jakarta Utara, Pusat, dan Selatan juga pernah pesan," ujarnya.
Tak ada macet
Batik betawi tak berhenti di Kampung Kebon Kelapa. Di bawah naungan Keluarga Batik Betawi, Ernawati menularkan jurus batik betawi.
Siti Laela (40) yang biasa dipanggil Mpok Laela dan tiga saudara perempuannya pun ikut terpikat membatik. Di rumah keluarga Laela yang terjepit di antara apartemen di kawasan Terogong, Jakarta Selatan, batik-batik betawi yang baru diwarnai berkibar-kibar di tali jemuran.
Setelah tiga bulan berguru membatik dengan Ernawati, Laela dan keluarganya sepakat mengumpulkan modal untuk memproduksi batik betawi setahun lalu. Sebagai Betawi kelahiran Terogong, mereka memilih mengembangkan motif kenangan masa kecil.
"Ini motif mengkudu. Waktu Jakarta masih banyak kebon, sekitar rumah kami juga kebun semua. Di daerah Terogong ini banyak pohon mengkudu," kata Laela sambil menunjukkan batik bergambar buah berkhasiat itu. Laela ingin orang-orang yang lama tidak melihat mengkudu kembali ingat. Di lemari kaca Laela juga bertumpuk batik lain bermotif Gedung DPR, patung Pancoran, mobil kuno, dan sepeda onthel.
Laela ingin membangkitkan kenangan indah soal Jakarta. "Kalau gambarnya Jakarta macet, kan, tidak ada indah-indahnya. Kalau lihat batik cakep begini jadi lain kenangannya, ha-ha-ha. Orang juga jadi kenal Betawi," ujar Laela, yang juga seorang guru di SMK.
Pejabat di kelurahan dan kecamatan sekitar tempat tinggal Laela pernah memesan batik kepadanya. Laela juga menitipkan batik produksinya yang dinamai Batik Terogong ke pusat perbelanjaan.
Di Gandaria, Jakarta Selatan, Nur Yaom Rachmat (48), memilih corak pohon Gandaria. "Waktu kecil, di dekat rumah saya banyak pohon gandaria. Sekarang, mah, sudah jadi kompleks townhouse mewah," ujar Nur, yang nenek buyutnya asli dari Gandaria. Jadilah pohon gandaria tertumpah di batik.
Nur baru membatik setahun. Semula Nur yang membuka kios masakan betawi di kantin kantor itu lebih akrab dengan centong. Sekarang, dia pandai memainkan canting.
Sejak dulu hadir
Batik sebetulnya sempat menjadi bagian sejarah keluarga Nur dan Laela. Ibu Nur Yaom, H Kholifah (92), masih ingat saat remaja membatik guna menambah penghasilan.
"Dulu, pusatnya batik di Palmerah, Kebayoran, Petogogan, dan Senayan," ujarnya. Dia mengambil kain dari juragan batik yang pada umumnya orang-orang Tionghoa. Kain itu sudah dicap dengan malam. Kholifah tinggal mengisi detail seperti titik-titik (isenan) dan membuat sulur-sulur.
"Kita ambil 15 kain batik dan setelah rapih ngebatik, dianterin lagi ke tempat ngambilnya. Bayarannya cuma segobang atau dua gobang (1 gobang sama dengan 5 sen). Waktu itu, beras yang paling bagus seliter 5 sen. Yang harganya 4,5 sen itu udah patah dua berasnya," ujarnya.Pada masa lalu, orang-orang Betawi menjadikan batik sebagai bagian dari busana sehari-hari. Mereka mengenakan kebaya berpadu kain batik dan kerudung. Dahulu, batik betawi banyak bercorak flora.
Keluarga Laela pun tak lepas dari membatik. "Ibu dan encing-encing saya dulu membatik walau sebatas jadi kuli saja, ambil pekerjaan dari orang," ujar Laela.
Kini, batik betawi hadir dalam wujud berbeda dan kali ini orang-orang betawi menjadi tuannya. Seperti sudah kodrat, orang-orang Betawi tak henti menyerap jiwa lingkungan. Tugu Monas dan Jalan Layang Semanggi pun bisa dinikmati lewat selembar kain. (Indira Permanasari)
Editor : I Made Asdhiana
Anda sedang membaca artikel tentang
Batik Betawi \"Punye Cerite\"
Dengan url
http://seepersonality.blogspot.com/2013/09/batik-betawi-cerite.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Batik Betawi \"Punye Cerite\"
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar